Pada tanggal 10-13 november lalu asosiasi pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara menggelar konferensi nasional hukum tatanegara ke-4 di jember.
Rekomendasi yang lahir dari pikiran-pikiran intelektual yang didalamnya terdapat para guru besar, para pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara dari ratusan universitas se Indonesia, peneliti serta organisasi masyarakat ini melahirkan rekomendasi untuk kemajuan sistem hukum di indonesia.
Adapun isi dari rekomendasi jember tentang Penataan Regulasi di Indonesia yang dikutif dari hasil konferensi tersebut memuat 3 rekomendasi yaitu Perampingan dan harmonisasi regulasi Pusat dan Daerah, Penataan ulang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia Serta Pengujian peraturan perundang-undangan satu atap di Mahkamah Konstitusi.
Dalam
kaitan dengan pembenahan sistem hukum nasional, ada beberapa hal
penting yang patut diperhatikan agar dapat kaji mendalam agar dapat
direalisasikan oleh pemerintah.
Perampingan dan harmonisasi regulasi Pusat dan Daerah.
Disadari
bahwa masih ada peraturan perundang-undangan yang secara hirarki
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Seperti
perda yang bertentangan dengan Undang-Undang. Atau Undang-undang yang
satu dengan undang-undang lain, Hal ini dalam istilahnya dikenal dengan
konflik norma ataupun tumpang tindihnya peraturan terhadap suatu hal
tertentu.
Akibat
dari tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan akan menimbulkan
ketidak pastian hukum dalam penyelenggaraan negara antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah sehingga dapat menghambat percepatan
perkembangan dan pembangunan di masyarakat dan karenanya perlu dilakukan
pemangkasan regulasi. Dan harmonisasi peraturan petundang-undangan.
Pemangkasan
regulasi ini dapat dilaksanakan oleh tim yang beraifat ad hoc seperti
yang direkomendasikan oleh konferensi tersebut yaitu dengan melibatkan
unsur pemerintah, akademisi dan ormas. Sehinggal dapat menyelesaikan
tugas perampingan regulasi yang selama ini belum optimal, sehingga
penguatan terhadap pemerintah eksekutif perlu diperkuat dalam
harmonisasi perundangan yaitu dengan memperkuat fungsi kemenkumham di
wilayah (provinsi).
Penataan ulang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan
memuat hirarki peraturan perundangan-undangan sebagai berikut.
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. UU/Perppu;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah Provinsi;
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Namun rekomendasi dari konferensi nasional ini merumuskan kembali hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
1. UUD 1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan presiden/peraturan lembaga negara yang dibentuk berdasatkan UUD dan UU
5. Peraturan Daerah Provinsi
6. Peraturan Daerah Kabupaten/kota
7. Peraturan Desa
Terdapat
perbedaan dalam hirarki peraturan perundangan yang berlaku saat ini
dengan konsep yang di rekomendasikan yaitu dihilangkannya tap MPR dari
hirarki.
Keberadaan Tap
MPR ini sebelumnya tidak terdapat dalam UU no.10 tahun 2004 tentang
hirarki peraturan perundangan juga. Lalu dalam Uu no.12 tahun 2011
dimasukkan kembali mengingat ada kekosongan hukum tentang suatu hal
tertentu yang belum ada UU nya namun ada dalam Tap MPR.
Dalam
rekomendasi ini tap MPR diakui keabsahannya namun tidak berada dalam
hirarki karena MPR merupakan kombinasi dari lembaga perwakilan yaitu DPR
dan DPD yang di atur dalam UU tersendiri
Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Satu Atap Di Mahkamah Konstitusi
Saat
ini judicial review terdapat pada dua lembaga yudikatif yaitu MK
menguji UU terhadap UUD yang mana ini merupakan salah satu wewenangnya.
Dan MA menguji Peraturan dibawah UU terhadap UU.
Namun
dalam rekomendasi Konferensi ini terdapat penyederhanaan kewenangan
lembaga judicial review yang mana pengujian semua peraturan perundangan
undangan yang terdapat didalam hirarki perundang-undangan diserahkan
kepada MK.
Hal ini
setidaknya dikarenakan beberapa faktor seperti keberadaan 2 lembaga
judicial review mengakibatkan sulitnya para pencari keadilan dalam
persfektif human right cinstitutionalism, efisiensi anggaran (ekonomi)
dalam pemanfaatan dan penguatan MK sebagai the guardian of constitution.
Dari
ketiga pokok rekomendasi ini dapat dilihat bahwa upaya serius dari
akademisi dan praktisi hukum melakukan perbaikan perbaikan mendasar
terhadap sistem hukum nasional, sehingga rekomendasi ini diharapkan
dapat menjadi embrio bagi negara dalam hal ini pemerintah baik eksekutif
maupun legislatif untuk merealisasikan menjadi hukum positif dengan
melakukan revisi terhadap UU yang ada yang berkaitan dengan rekomendasi
ini dan mengkaji secara sektoral peraturan apa yang tidak ada agar dapat
dirumuskan menjadi RUU demi terealisasikannya rekomendasi ini.
Komentar
Posting Komentar