STUDI KOMPARATIF LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDH AAMANDEMEN
UUD 1945
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang
berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan
(Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 sebanyak empat kali. Perubahan
tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan
kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah
perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan
Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk
kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis
demi menciptakan system check and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan
klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu
(1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki
adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan lembaga Negara yang lain.
Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa
ini sudah tidak relevan lagi karena tidak mungkin ketiga lembaga tersebut hanya
melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri fungsi lembaga lain. System
check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan. Padahal idealnya
lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain dan
berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern
yang sedang berkembang dari segi sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan
berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system kenegaraan yang efisien dan
efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut muncullah
berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang dapat
berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board),
atau otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut
di sebut dengan lembaga penunjang (auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini
memiliki fungsi layaknya lembaga Negara yang utama, ada lembaga yang memiliki
fungsi regulasi, fungsi administrative, dan fungsi penghukuman.
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga
baru juga sedang dilakukan oleh Negara Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya
pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era reformasi dilakukanlah
perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam perubahan
tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34 lembaga
Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum
maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut
memiliki kewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD
1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat
dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi fungsinya. Kriteria segi
hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk sumber
normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat
utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi
fungsinya ada yang bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam
segi Hierarkisnya ke-34 lembaga Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ
lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga tinggi Negara, organ lapis kedua
dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis ketiga dikenal dengan
lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang dikategorikan
sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut
merupakan bagian dari Negara sebagai suatu organisasi. Konsekuensinya,
masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling berhubungan sehingga
memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar berjalan dalam
satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya
pengkajian perbandingan antara lembaga-lembaga Negara sebelum dan sesudah
amandemen agar kita dapat mengetahui secara tepat mengenai tugas dan fungsinya
masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga Negara saat
ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu berjalannya
Lembaga Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan
melakukan studi komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas
dasar tersebut menjadi pokok pikiran utama
sekaligus judul di tulisnya makalah ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
kedudukan lembaga legislatif , eksekutif, dan yudikatif sebelum amandemen UUD
1945?
2. Bagaimana
perubahan kewenangan lembaga – lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif
sesudah amandemen UUD 1945 dan perbandingannya dengan UUD 1945 (sebelum
amandemen.)?
3. Ditinjau
dari fungsinya, mana yang lebih penting kedudukannya DPR, DPD, dan MPR?
4. Apakah
pembeda antar lembaga-lembaga Negara tersebut?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Mempelajari kedudukan lembaga legislatif , eksekutif, dan
yudikatif sebelum amandemen UUD 1945.
2. Mempelajari
Bagaimana perubahan kewenangan lembaga – lembaga legislative, eksekutif dan
yudikatif sesudah amandemen UUD 1945 dan perbandingannya dengan UUD 1945
(sebelum amandemen.)
3. Mengetahui
fungsi lembaga legislative mana yang lebih penting kedudukannya.
4. Memahami
pembeda antar lembaga-lembaga Negara tersebut.
5. Memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik
6. Makalah
pengganti MID Semester 2
D.METODE PENULISAN
Makalah ini di buat dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu
dengan mengumpulkan semua sumber yang berkaitan dengan judul,baik buku,pendapat
para ahli dan internet lalu mengembangkan nya menjadi sebuah makalah
BAB 2 PEMBAHASAN
a.
Lembaga
Negara dalam UUD 1945
Lembaga negara adalah lembaga
pemerintahan (Civilazated Organisation) yang dibuat oleh, dari, dan untuk
negara. Lembaga negara bertujuan untuk membangun negara itu sendiri. Secara
umum tugas lembaga negara antara lain menjaga stabilitas keamanan, politik,
hukum, HAM, dan budaya, menjadi bahan penghubung antara negara dan rakyatnya,
serta yang paling penting adalah membantu menjalankan roda pemerintahan.
(Wikipedia, akses: 24 Oktober 2009). Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan
bahwa kedudukan dan kewenangan lembaga negara sangat berpengaruh pada sistem
pemerintahan dan konstitusi yang berlaku.
Ada dua unsur yang saling berkaitan
mengenai organisasi Negara yakni organ
dan fucntie. organ adalah status bentuknya sedangkan functie adalah gerakan
wadah itu sesuai maksud pembentuknya. Dalam naskah Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 organ-organ tersebut tidak disebut secara
eksplisit namanya, dan ada yang disebut secara eksplisit fungsinya. dan ada
pula lembaga atau organ yang disebut baik nema maupun fungsinya serta
kewenangan yang mengaturnya pada peraturan-peraturan yang lebih rendah.
Dalam UUD 1945 telah diatur sedikitnya
34 lembaga Negara sesuai dengan penjelasan diatas. terdiri dari:
1. MPR
yang diatur dalam BAB II UUD 1945 yang berjudul “Lembaga Perwakilan Rakyat”
2. Presiden
yang diatur dalam BAB III UUD 1945
3. Wakil
presiden juga diatur dalam BAB III UUD 1945
4. Mentri
dan kementrian Negara yang diatur dalam BAB V
5. Mentri
luar negri sebagai mentri Triumvirat yang diatur dalam pasal 8 ayat (3) UUD
1945
6. Menteri
dalam negeri sebagai menteri triumvirat bersama-sama menteri luar negeri dan
mentri pertahanan di atur dalam pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
7. Menteri
Pertahanan bersama-sama menteri luar negeri dan menteri dalam negeri sebagai
menteri triumvirat diatur dalam pasal 8 UUD 1945.
8. Dewan Pertimbangan Agung yang diatur dalam BAB
IV UUD 1945.
9. Duta
seperti yang diatur dalam pasal 13 UUD 1945 ayat (1) dan (2)
10. Konsul seperti yang diatur dalam pasal 13 UUD
1945 ayat (3)
11. Pemerintah Daerah Provinsi seperti yang siatur
dalam BAB VI
12. Gubernur Kepala Daerah seperti diatur dalam
pasal 18 ayat (4).
13. DPRD Provinsi seperti yang diatur dalam Pasal
18 ayat (3)
14. Pemerintah Daerah Kabupaten seperti yang
disebut dalam pasal 18 ayat (3)
15. Pemerintah Daerah Kota seperti yang siatur
dalam pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6), dan (7) UUD 1945.
16. Bupati
kepala daerah kabupaten diatur dalam pasal 18 ayat (4)
17. DPRD kabupaten diatur dalam pasal 18 ayat (3)
18. Walikota Kepala Daerah Kota yang diatur dalam
pasal 18 ayat (4)
19. Satuan pemerintah Daerah yang bersifat khusus
dalam pasal 18 B
20. DPRD kota yang disebut dalam pasal 18 ayat (3)
21. DPR yang diatur dalam BAB VII UUD 1945.
22. DPD yang diatur dalam BAB VIIA UUD 1945.
23. Komisi Penyeenggaraan pemilu diatur dalam
pasal 22 E ayat (5).
24. Bank Sentral yang diatur secara eksplisit
dalam pasal 23D
25. BPK diatur dalam BAB VIIIA
26. Mahkamah Agung diatur dalam BAB IX pasal 24
dan 24A
27. Mahkamah Konstitusi diatur dalam BAB IX pasal 24 dan 24C
28. Komisi Yudisial diatur dalam BAB IX pasal 24B
29. TNI yang diatur tersendiri dalam BAB XII
30. Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam pasal 10
UUD 1945
31. Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam pasal 10
UUD 1945
32. Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam pasal 10
UUD 1945
33. Kepolisian Negara RI (POLRI) diatur dalam
pasal 30 UUD 1945
34. Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan
fungsi kehakiman seperti kejaksaan diatur dalam UU yang diatur dalam pasal 24
ayat (3) UUD 1945.
Dari ke-34 lembaga Negara yang diatur
dalam UUD 1945, penulis membatasi studi komparatif lembaga Negara yang meliputi
fungsi eksekutif, legislative, dan yudisial yang akan diuraikan dalam
pembahasan kemudian.
b.
Pembedaan
dari segi Hierarkinya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam
UUD 1945 terdapat 34 lembaga Negara yang disebutkan baik secara langsung maupun
tidak langsung. lembaga-lembaga tersebut dibedakan dari dua segi, yakni degi
fungsi dan hierarkinya.
Ada dua criteria Hierarki yang dapat
dipakai yaitu (i) Hierarki bentuk normative yang menentukan kewenangannya. (ii)
kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam system kekuasaan
Negara.
Sehubungan dengan hal tersebut dari segi
fungsinya ke-34 lembaga Negara tersebut ada yang bersifat utama atau primer dan
ada yang bersifat penunjang atau sekunder (auxiliary). Sedangkan dari segi
hierarkinya terdiri dari tiga lapis. Organ lapis utama disebut sebagai lembaga
tinggi Negara. organ lapis kedua disebut sebagai lembaga Negara saja. dan organ
lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Memang saat ini tidak dikenal adanya
lembaga tinggi dan lembaga tertinngi Negara, akan tetapi untuk memudahkan
pembedaan organ lapis utama disebut dengan lembaga tinggi Negara yaitu:
1.
Presiden dan Wakil Presiden
2.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4.
Mejelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
5.
Mahkamah Konstitusi (MK)
6.
Mahkamah Agung (MA)
7.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Organ lapis kedua dapat disebut lembaga
Negara saja. Ada yang emndapatkan kewenangan dari UUD 1945 dan ada yang
mendapatkan kewenangan dari undang-undang. Yang mendapat kewenangan dari UUD
1945 misalnya : komisi yudisial, POLRI, dan TNI. sedangkan yang mendapat
kewenangan dari undang-undang misal: KOMNASHAM, KPK, dsb. yang membedakannya
bukan letak lebih tinggi akan tetapi adalah kekuatannya.
Lembaga-lembaga Negara sebagai organ
konstitusi lapis kedua antara lain:
1. Menteri
Negara
2. Tentara
Republik Indonesia
3. kepolisian
RI
4. Komisi
Yudisial
5. Komisi
Pemilihan Umum
6. Bank
Sentral
Derajat
protokoler kelompok organ konstitusi lapis kedua jelas berbeda dengan organ
lapis pertama, dimana organ lapis kedua ini dapat disejajarkan dengan posisi
lembaga-lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang. misal:
KOMNASHAM, KPK, KPPI,KPPU, dll.
Organ lapis ketiga adalah organ
konstitusi yang termasuk kategori lembaga Negara yang sumber kewenangannya
berasal dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah undang-undang. misalnya
komisi hukum nasional dan komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan
keputusan Presiden belaka. Artinya keberadaannya hanya berdasarkan kebijakan
presiden (presidential policie) atau beleid presiden. keberadaan sepenuhnya
tergantung pada beleid presiden.
Dalam ketentuan BAB VI UUD 1945
pasal 18 disebutkan lembaga-lembaga Negara yang berada di daerah, terdiri
dari:;
1. Pemerintah
daerah Provinsi
2. Gubernur
3. DPRD
Provinsi
4. pemerintah
Daerah Kabupaten
5. Bupati
6. DPRD
Kabupaten
7. Pemerintah
Daerah Kota
8. Walikota
9. DPRD
Kota
Disamping itu, dalam ketentuan pasal 18B
ayat (1) dan (2) UUD 1945 diakui pula adanya satuan-satuan pemerintah daerah
yang bersifat khusus dan istimewa.
c.
Pembedaan
Dari Segi Fungsinya
Kesembilan organ yang dijelaskan
sebelumnya dapat dibedakan menjdai organ utama (primer constitutional organs)
dan organ penunjang (Auxiliary state organs). Untuk memahami keduanya dibedakan
menjadi tiga ranah, (i) kekuasaan eksekutif, (iI) kekuasaan legislative, dan
(iii) kekuasaan yudikasial.
Dalam cabang eksekutif presiden dan
wakil presiden merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan. Dalam cabang
yudisial atau fungsi kehakiman, meskipun pelaksana kekuasaan ini ada dua yaknni
mahkamah konstitusi dan komisi yudisial, namun komisi yudisial masuk kedalam
kategori lembaga penunjang (Auxiliary). Komisi yudisial tidak berperan dalam
penegakkan hukum namun merupakan lembaga penegak etika kehakiman.
Dalam fungsi pengawasan atau
legislative, terdapat empat organ lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Badan
Pengawas Keuangan (BPK).
Kedelapan jabatan tersebut dapat
dikatakan terdiri dari tujuh lembaga tinggi Negara, karena utamanya presiden
dan wakil Presiden berada dalam satu institusi lembaga kepresidenan. Dapat
dipahami bahwa Presiden berada pada lembaga utama sedangkan wakil presiden
berada pada lembaga pendukung terhadap presiden. Dalam kelompok cabang
legislative DPR merupakan lembaga parlemen yang utama sedangkan DPD bersifat
penunjang, sedangkan MPR merupakan lembaga perpanjangan fungsi (extention)
parlemen, khususnya dalam penetapan dan perubahan konstitusi, pemberhentian dan
pengisian jabatan presiden/wakil presiden. Namun dalam bidang legislasi
meskipun DPD disebut sebagai lembaga penunjang tapi keberadaannya sangat
penting karena dalam bidang pengawasaannya menyangkut kepentingan daerah, untuk
itu dapat dikatakan DPD sebagai lembaga utama (main state organ).
Demikian pula dengan MPR sebagai lembaga
parlemen ketiga meskipun tugas dan fungsi-fungsinya tidak bersifat rutin dan
kepemimpinannya bisa saja dirangkap pimpinan DPR maupun DPD, MPR tetap dapat
disebut Lembaga utama. Karena MPR berwenang mengubah dan menetapkan
undang-undang, juga MPR berwenang memberhentikan dan memilih Presiden/wakil presiden
dalam mengisi jabatan Presiden/wakil presiden. BPK juga memiliki peranan yang
sangat penting dalam fungsi pengawasan, maka dari itu BPK juga dapat disebut
lembaga dengan fungsi utama (main organ).
Komisi Yudisial bersifat independen
berada diluar Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Akan tetapi fungsinya
tetap sebagai lembaga penunjang (Auxiliary) terhadap fungsi kehakiman. Meskipun
kekuasaannya diatur dalam UUD 1945 namun kedudukannya tidak sederajat dengan
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
d.
Lembaga
Kepresidenan Sebelum Amandemen UUD 1945 (eksekutif)
Presiden adalah mandataris MPR, yang
wajib menjalankan putusan – putusan MPR. Secara eksplisit Penjelasaan UUD 1945
(sebelum perubahan) menyebutkan bahwa ” Presiden ialah penyelenggara pemerintah
Negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaran Rakyat. Presiden ialah
penyelenggara Pemerintah negara yang tertinggi dalam menjalankan pemerintahan
Negara, kekuasaan dan tanggungjawab adalah ditangan presiden (concentration of
power and responsibility upon the President). Presiden tidak bertangggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat , demikian pula dengan Menteri Negara sebagai
pembantu Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR. Namun hal ini tidak
berarti kekuasaan Presiden tidak terbatas, pada bagian lain penjelasan UUD 1945
(sebelum perubahan) dinyatakan bahwa ” Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas” sebab Presiden bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai lembaga tertinggi Negara, walalupun hal ini tidak diatur secara eksplisit
dalam UUD 1945, demikian halnya dalam pasal 5 TAP MPR No. VI/MPR/1973 tentang
kedudukan dan hubungan tata kerja Lembaga tertinggi Negara dengan/ atau antar
lembaga – lembaga tinggi Negara yang berbunyi:
1. Presiden tunduk dan
bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pada akhir masa
jabatannya memberikan pertanggungan jawab atas pelaksanaan Haluan Negara yang
ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar atau Majelis di hadapan Sidang.
2.
Presiden wajib memberikan pertanggungan jawab dihadapan sidang istimewa
Majelis yang khusus diadakan untuk meminta pertanggungan jawab Presiden dalam
pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar atau
Majelis.
Ketentuan diatas tidak menyebutkan
arti pertanggungjawaban yang dimaksud, Pertanggungjawaban tersebut dalam arti
yang luas dapat dilihat dalam TAP MPR No. I/MPR/1973 huruf (d) dan (e) yang
berbunyi:
1. meminta dari dan menilai
pertanggungan jawab Presiden tentang pelaksanaan Garis – Garis Besar Haluan
Negara.
2. mencabut jabatannya apabila
Presiden sungguh – sungguh melanggar GBHN dan/atau UUD.
Dengan demikian adalah logis Jika
Presiden dapat diberhentikan oleh MPR meskipun masa jabatannya belum berakhir,
hal ini disebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan
rakyat dan sebagai lembaga tertinggi diatas Presiden.
Berkenaan dengan kekuasaan yang
dimiliki Presiden seperti yang diatur dalam Undang – Undang Dasar 1945, dapat
dibagi dalam tiga hal ; kekuasaan Presiden di bidang eksekutif, kekuasaan
Presiden di bidang legislatif, kekuasaan Presiden sebagai kepala Negara.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “seperti apakah bentuk
pertanggungjawaban Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat itu jika
dikaitkan dengan tiga kekuasaan yang dimilikinya tersebut ?”, tanggungjawab
Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah tanggungjawab Presiden
secara keseluruhan, baik sebagai kepala Negara maupun sebagai kepala eksekutif
dan legislatif, mengingat UUD 1945 menganut sistem pemerintahan Presidensiil.
Bagir Manan menyatakan bahwa sistem
pemerintahan yang diatur menurut UUD 1945 (presidensiil) sama sekali tidak
menjamin kestabilan pemerintahan. Pengertian ” fixed executive ” yang menjadi
ciri sistem Presidensiil (seperti di Amerika Serikat tidak terdapat dalam jabatan Presiden RI, hal
ini terlihat dengan adanya pemberhentian (penarikan mandat ) Presiden Soekarno
oleh MPRS pada tahun 1966 dan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001.
C.F. Strong menyebutkan bahwa Jika Presiden
bertanggungjawab secara langsung dengan periode waktu tertentu kepada badan
yang lebih luas dan tidak terikat pada pembubaran oleh tindakan parlemen,
eksekutif itu dikatakan eksekutif nonparlementer atau fixed executive,
sebaliknya jika bertanggungjawab secara langsung kepada parlemen eksekutif
tersebut dikatakan eksekutif parlementer. Dengan demikian terjadi ”
kesimpangsiuran ” sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia, secara
yuridis formal menganut sistem Presidensiil, namun kenyataannya terdapat unsur
– unsur Parlementer dalam praktik ketatanegaraan.
Berkenaan dengan pertanggungjawaban
Presiden kepada MPR, Harun Al Rasjid dalam tulisannya yang berjudul Hubungan
Antara Presiden dan MPR hlm. 11, membaginya menjadi ; pertanggungjawaban dalam
arti luas merupakan satu Pertanggungjawaban dengan sanksi, sedangkan dalam arti
sempit merupakan pertanggungjawaban tanpa sanksi. Sri Soemantri dalam bukunya
“Tentang Lembaga – Lembaga Negara Menurut UUD 1945″ menyebutkan secara
Eksplisit bahwa pertanggungjawaban yang dimiliki Presiden adalah
pertanggungjawaban dalam arti luas.
Berkenaan dengan pengisian jabatan
Presiden menurut UUD 1945 (sebelum perubahan) yakni berdasarkan pasal 6 ayat (
2 ) yang berbunyi: ”Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak“. Pada saat UUD 1945 disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 agustus 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana tersebut dalam pasal tersebut belum
terbentuk, dan dalam kondisi saat itu tidak dimungkinkan untuk membentuk MPR
terlebih dahulu. Maka berdasarkan pasal III Aturan peralihan ditetapkan ”untuk
pertama kali Presiden dan wakil Presiden yang dipilih oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia“.
Pasal 7 UUD 1945 (sebelum perubahan)
menyebutkan: ” Presiden dan wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali“. yang menarik dari pasal ini
adalah tidak adanya pembatasan ” pemilihan kembali ” Presiden. Ketentuan inilah
yang menjadi pembenaran untuk memilih Soeharto sebagai Presiden sampai enam
kali berturut – turut (terhitung sejak tahun 1973). Bagir Manan menyebutkan
bahwa dalam praktek ketatanegaraan selama kurun waktu 30 tahun terakhir (masa
orde baru) pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang dilakukan oleh MPR
menjadi kurang Demokratis.
Dalam UUD 1945 (sebelum perubahan),
persyaratan menjadi Presiden diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa ” Presiden ialah orang Indonesia asli“, persoalan kemudian adalah
ketidakjelasan apa atau siapa ” Orang Indonesia asli ” itu. untuk hal ini Sri
Soemantri menyebutkan bahwa kita perlu melihatnya dalam UU No. 3 tahun 1946
tentang warga Negara dan Penduduk Negara Indonesia yang menyatakan dalam pasal
1 bahwa warga Negara Indonesia ialah;
1.
orang asli dalam daerah Negara Indonesia;
2. orang yang tidak termasuk dalam
golongan diatas;
3. orang yang mendapat
kewarganegaraan Indonesia dengan naturalisasi;
4.
orang yang karena kelahiran, perkawinan dan lain – lain menjadi warga
Negara Indonesia.
Sedangkan Bagir Manan menyatakan bahwa
sebagian pendapat menduga, makna ” orang Indonesia asli ” berkaitan dengan
ketentuan pasal 163 IS dari masa penjajahan, yang membedakan penduduk Indonesia
ke dalam golongan Eropa, Timur asing, dan Bumiputra. Syarat lainnya diatur dalam
Ketetapan MPR No. II/MPR/1973, yakni ; warga Negara Indonesia; telah berusia 40
tahun; bukan orang yang sedang dicabut haknya dalam pemilihan umum; bertaqwa
kepada tuhan yang maha Esa, setia kepada cita – cita Proklamasi 17 agustus
1945, Pancasila, dan UUD 1945; bersedia menjalankan haluan Negara menurut GBHN
yang telah ditetapkan MPR; berwibawa; jujur; cakap; adil; dukungan dari rakyat
yang tercermin dalam Majelis; tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam setiap kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 seperti gerakan G.30.S/PKI dan/atau
organisasi terlarang lainnya; tidak sedang menjalani pidana berdasarkan
keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi karena tindak pidana yang
diancam pidana sekurang – kurangnya 5 tahun; tidak terganggu jiwa/ikatannya.
e.
Lembaga
Kepresidenan Setelah Amandemen UUD 1945 (eksekutif)
UUD 1945 sebelum perubahan
memberikan pengaturan yang dominan terhadap lembaga kepresidenan, baik jumlah
pasal maupun kekuasaannya. Tiga belas ( pasal 4 sampai pasal 15 dan pasal 22)
dari 37 pasal UUD 1945 mengatur langsung mengenai Jabatan Kepresidenan, selain
itu terdapat ketentuan lain yang juga masih berkaitan dengan Lembaga
Kepresidenan yakni tentang APBN, ketentuan yang mengatur wewenang MPR, DPR,
DPA, BPK, undang – undang Organik, dsb.
Setelah Perubahan (empat kali)
jumlah pasal yang secara langsung mengenai Lembaga Kepresidenan menjadi 19
pasal dari 72 pasal (tidak termasuk aturan tambahan, dan aturan peralihan). UUD
1945 Setelah Perubahan merumuskan Pesyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden
dalam pasal 6 ayat (1) yang berbunyi: ” calon Presiden dan wakil Presiden harus
seorang warga Negara Indonesia sejak Kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati
Negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagai Presiden dan wakil Presiden “ dan ayat (2) yang berbunyi:
” syarat – syarat untuk menjadi Presiden dan wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang – Undang “.
” syarat – syarat untuk menjadi Presiden dan wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang – Undang “.
Perubahan ketentuan mengenai
Persyaratan calon Presiden dan calon wakil Presiden dimaksudkan untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan zaman, karenanya ”
orang Indonesia asli ” diubah agar sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
semakin demokratis, egaliter, dan berdasarkan rule of law yang salah satu
cirinya adalah pengakuan kesederajatan di depan hukum bagi setiap warga Negara.
Rumusan ini juga Konsisten dengan paham kebangsaan Indonesia yang berdasarkan
kebersamaan dengan tidak membedakan warga Negara atas dasar keturunan, ras,
agama. Selain melalui perubahan ini terkandung makna kemauan Politik untuk
lebih memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia.
Perubahan yang paling Fundamental
setelah perubahan UUD 1945 ialah dipilihnya Presiden dan wakil Presiden secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilu. Hal ini diatur dalam pasal 6A ayat (1)49,
(2)50, (3)51, (4)52, (5)53, perubahan ini didasari pemikiran untuk
mengejwantahkan paham kedaulatan rakyat. Disamping itu dengan dipilih secara
langsung oleh rakyat, menjadikan Presiden dan wakil Presiden mempunyai
legitimasi yang lebih kuat dalam artian memperkuat sistem Presidensiil yang
kita anut dengan salah satu cirinya yaitu adanya periode masa jabatan yang
pasti ( fixed term ) dari Presiden dan Wakil Presiden
Presiden dan Wakil Presiden tidak
dapat dijatuhkan dalam masa jabatannya kecuali melanggar hukum berdasar hal –
hal yang tercantum dalam UUD 1945 melalui prosedur yang konstitusional, yang
dikenal dengan impeachment yang menunjukkan konsistensi penerapan paham Negara
hukum, yaitu bahwa tidak ada pengecualian penerapan hukum, bahkan terhadap
Presiden. Selain itu, Impeachment dapat memperkecil peluang terjadinya
ketegangan dan krisis Politik dan kenegaraan selama masa jabatan Presiden dan
wakil Presiden seperti yang kerap terjadi dalam praktik kenegaraan kita yang
sebenarnya merupakan pelaksanaan sebuah sistem pemerintahan parlementer yang
tidak dianut Negara kita.
Walaupun dipilih oleh rakyat untuk
memimpin dan memegang kekuasaan Pemerintahan Negara, sebagai manusia Presiden
dan/atau Wakil Presiden bisa saja melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum
yang merusak sendi – sendi hidup bernegara dan mencederai hukum, karenanya
Presiden dan/atau wakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan tertentu
yang disebutkan secara limitative dalam UUD 1945, yakni ; melalui proses
politik (dengan adanya pendapat DPR dan keputusan pemberhentian MPR), dan
melalui proses hukum (dengan cara Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat DPR).
Pasal 7C menyebutkan: ”Presiden
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat “.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan politik bahwa DPR tidak
dapat memberhentikan Presiden, kecuali mengikuti Ketentuan pasal 7A dan
Presiden juga tidak dapat membekukan DPR. Ketentuan ini juga dimaksudkan untuk
melindungi keberadaan DPR sebagai salah satu lembaga Negara yang mencerminkan
kedaulatan rakyat sekaligus meneguhkan kedudukan yang setara antara Presiden
dan DPR yang sama – sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.
Adapun Wewenang, Kewajiban, dan Hak
yang dimiliki oleh Presiden berdasarkan UUD 1945 yakni:
1.memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD [Pasal 4(1)];
2.berhak mengajukan RUU kepada DPR
[Pasal 5 (1)*];
3.menetapkan peraturan pemerintah
[Pasal 5 (2)*];
4.memegang teguh UUD dan menjalankan
segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa [Pasal 9 (1)*];
5.memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10);
5.memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10);
6.dengan persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain [Pasal 11
(1)****];
7.membuat perjanjian internasional
lainnya dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)***];
8.menyatakan keadaan bahaya (Pasal
12);
9.mengangkat duta dan konsul [Pasal
13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal
13 (2)*];
10.menerima penempatan duta negara
lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (3)*];
11.memberi grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan MA [Pasal 14 (1)*];
12.memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 14 (2)*];
13.memberi gelar, tanda jasa, dan
lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (Pasal 15)*;
14.membentuk suatu dewan
pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden
(Pasal 16)****;
15.pengangkatan dan pemberhentian
menteri-menteri [Pasal 17 (2)*];
16.pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20 (2)*] serta pengesahan RUU [Pasal 20
(4)*];
17.hak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti UU dalam kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1)];
18.pengajuan RUU APBN untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)***];
19.peresmian keanggotaan BPK yang
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***];
20.penetapan hakim agung dari calon
yang diusulkan oleh KY dan disetujui DPR [Pasal 24A (3)***];
21.pengangkatan dan pemberhentian
anggota KY dengan persetujuan DPR [Pasal 24B (3)***];
22.pengajuan tiga orang calon hakim
konstitusi dan penetapan sembilan orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C
(3)***].
NB: *perubahan
pertama
**perubahan kedua
***perubahan ketiga
**** perubahan keempat
f. Kedudukan lembaga legislatif sebelum
amandemen UUD 1945
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam susunan
ketatanegaraan Republik Indonesia pernah dikenal istilah lembaga tertinggi
negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara dan
lembaga tinggi negara adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara
menurut UUD 1945 (Daliyo, 1992 : 56). Lembaga yang disebut sebagai lembaga
tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah:
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
Dari keenam lembaga negara tersebut, MPR merupakan lembaga
tertinggi negara. MPR mendistribusikan kekuasaannya kepada lima lembaga yang
lain yang kedudukannya sejajar, yakni sebagai lembaga tinggi negara. Dalam
susunan ketatanegaraan RI pada waktu itu, yang berperan sebagai lembaga
legislatif adalah MPR dan DPR.
Kewenangan lembaga legislatif sebelum UUD
1945:
1.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari
anggota – anggota DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan
karya (Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya
sebagai Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super
power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari
golongan politik dan golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan
pengangkatan. Wewenang DPR menurut UUD 1945 adalah:
1. Bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20
ayat (1)) dengan kata lain bahwa DPR berwenang untuk memberikan persetujuan RUU
yang diajukan presiden disamping mengajukan sendiri RUU tersebut.(Pasal 21 UUD
1945)
2. Bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1))
3. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.
1.
Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan
undang-undang.
2.
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan
undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
g. Kedudukan dan Kewenangan Lembaga legislatif
Sesudah Amandemen UUD 1945.
Setelah adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya
akan disebut UUD NRI 1945), terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik
dalam sistem ketatanegaraan maupun kelembagaan negara di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga
tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu
Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan seluruh
lembaga negara adalah sejajar sebagai lembaga tinggi negara.
Adapun lembaga –
lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NRI 1945
adalah:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu
sistem konstitusional yang berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and
balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi
masing-masing. Selain itu penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan
masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi
modern, yaitu salah satunya menegaskan sistem pemerintahan presidensial dengan
tetap mengambil unsur – unsur pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk
menutupi kekurangan system pemerintahan presidensial.
Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD NRI 1945 menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu :
Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD NRI 1945 menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya
amandemen UUD adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi
negara. Selain itu, perubahan – perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik
mengenai susunan, kedudukan, tugas maupun wewenangnya adalah :
a. MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b. MPR tidak lagi mengangkat presiden. Hal ini dikarenakan
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. (Pasal 6A
ayat (1) UUD NRI 1945). MPR hanya bertugas untuk melantik presiden terpilih sesuai
dengan hasil pemilu. (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945).
c. Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan yaitu terdiri
dari anggota DPR dan DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
d. MPR tetap berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3
ayat (1) UUD NRI 1945)
e. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan
Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila atas usul DPR
yang berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi
posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah
diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang
oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan saja.
Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai
lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses
serta mekanisme pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas
fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI
1945)
4.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen
UUD, DPD dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai
wujud keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak
lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama
halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui pemilu (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945).
DPD mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain
yang berkait dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD NRI
1945)
h. Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Yudisial
Sebelum Amandemen.
1.
Mahkamah Agung
Kekuasan
kehakiman menurut UUD 1945 sebelum amandemen dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman (Pasal 24 (1)). Kekuasaan kehakiman hanya terdiri
atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Lembaga ini
dalam tugasnya diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau
dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama eksekutif.
Wewenang :
a.
Berwenang dalam kekuasaan kehakiman secara utuh, karena
lembaga ini merupakan lembaga keadilan satu-satunya di Indonesia pada saat itu.
2.
Dewan Pertimbangan Agung
Wewenang :
1.
Berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan
berhak memajukan usul kepada pemerintah
i.
Kedudukan
dan Kewenangan Lembaga Yudisial Setelah Amandemen.
1. Mahkamah
Konstitusi
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan yakni:
1. Menguji
konstitusionalitas undang-undang
2. Memutus
sengketa keweangan konstitusional antar lembaga Negara
3. Memutus
perselisihan mengenai hasil pemilu
4. Memutus
pembubaran partai
5. memutus
pendapat DPR yang berisi tuduhan pada presiden melanggar hukum maupun tidak
lagi memenuhi syarat sebgai presiden/wakil presiden sebagaimana yang ditentukan
dalam UUD 1945, sebalum hal tersebut dapat diusulkan untuk memberhentikan oleh
MPR.
Dalam konstitusi 1945 pengaturan
mengenai Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 24C yang terdiri dari 6 ayat,
yang didahului dengan pengaturan mengenai Komisi Yudisial pada pasal 24B.
Semula pengaturan mengenai Komisi Yudisial tersebut hanya dimaksudkan terkait
dengan keberadaan Mahkamah Agung, tidak dengankeberadaan mahkamah konstitusi.
Jika dibandingkan dengan sesama lembaga
tinggi lainnya, kedudukan Mahkamah Konstitusi memiliki posisi yang unik. DPR
yang membentuk undang-undang tetapi MK yang membatalkannya jika bertentangan
dengan UUD. MA mengadili semua ketentuan hukum yang berada dibawah UUD. Jika
DPR ingin mengajukan tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dalam masa
jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil putusan, maka tuntutan
tersebut harus diajukan dulu pada MK untuk mendapat pembuktian secara hukum.
Semua lembaga Negara yang saling berselisih atau bersengketa dalam melaksanakan
keweangan konstitusionalnya maka yang memutus final dan mengikat atas
persengketaan adalah Mahkamah Konstitusi.
3. Mahkamah
Agung
Ketentuan mangenai Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial diatur dalam UUD 1945 BAB IX tentang
kekuasaan kehakiman. Ketentuan umun siatur dalam pasal 24 dan ketentuan khusus
mengenai Mahkamah Agung dalam pasal 24A yang terdiri atas lima ayat.
Mahkamah Agung adalah puncak dari
kekuasaan Kehakiman dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
tata usaha, dan peradilan militer. Mahkamah ini pada pokoknya merupakan
pengawal undang-undang.
Dengan diamandemennya
UUD 1945, maka posisi hakim agung menjadi kuat karena mekanisme pengangkatan
hakim agung diatur sedemian rupa dengan melibatkan tiga lembaga, yaitu DPR,
Presiden dan Komisi Yudisial. Komisi Yudisial ini memang merupakan lembaga baru
yang sengaja dibentuk untuk menangani urusan terkait pengangkatan hakim agung
serta penegakan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim (Pasal 24B
ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Yang anggota Komisi Yudisial diangkat dan
diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (3)
perubahan ketiga UUD 1945).
4. DPA
Dalam perubahan Amandemen UUD 1945
keberadaan DPA dihapuskan.
j.
Badan Pemeriksa Keuangan sebelum Amandemen
Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang- undang. Hasil Pemeriksaan
itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pasal 23 yang berbunyi :
1. Anggaran
pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah,
maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
2. Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
3. Macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
2.
BPK setelah Amandemen
Setelah Amandemen UUD 1945 terjadi beberapa perubahan
mendasar mengenai (i) keuangan Negara dan pengelolaan keuangan Negara. (ii)
struktur organisasi dan BPK berubah secara sangat mendasar, yakni:
pertama, pengertian keuangan Negara dan dan pengelolaan
keuangan Negara berubah secara mendasar, jika sbelumnya uang Negara dalam
konteks APBN maka skarang pengertian uang Negara menjadi luas mencakup uang
Negara yang terdapat atau dikuasai oleh subyek badan hukum perdata atau
perorangan, asal merupakan uang atau asset yang dimiliki Negara tetap termasuk
dalam uang negara.
kedua, keweangan dan kedudukan BPK semakin kuat. pasal 23E
ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa: “untuk memeriksa keuangan dan tanggung jawab
keuangan Negara, diadakan suatu badan pengawas keuangan yang bebas dan
mandiri”. Dalam pasal 23G ayat 1 menyebutkan: “BPK berkedudukan di ibu kota
Negara, dan memiliki perwakilan disetiap provinsi. Artinya, UUD mewajibkan BPK
ada disetiap provinsi.
Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan keweangannya yang
sekmakin besar, fungsi BPK secara mendasar terdiri dari 3:
1.
fungsi operatif berupa pemeriksaan, pengawasan, dan
penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan Negara.
2.
fungsi yudikatif berupa kewenangan menuntut
perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri
bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya sehingga merugikan keuangan negara.
3.
Fungsi Advisory yaitu memberikan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan Negara.
BAB 3 PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I
samlai BAB III, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Perbandingan pengaturan antar lembaga
Negara sebelum dan sesudah mandemen:
-
Sebelum Amandemen
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan
Wakil Presiden serta mengubah UUD
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR,
mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
3. Kekuasaan penyelenggaran
pemerintahan;
4. Kekuasaan didalam bidang perundang
undangan, menetapakn PP, Perpu;
5. Kekuasaan dalam bidang yustisial,
berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar
negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang
(bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan
penasehat Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden
dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR,
mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang
tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan pemerintah.
-
Setelah
Amandemen
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD,
MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat,
mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan
DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas
fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah
akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat
sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara
Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui
pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan
di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke
dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan
presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden
dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial,
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden
maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima
duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti
dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan
untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili
pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),
badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara
dan lain-lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai
penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution),
Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil
pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri
dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari
3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan
asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan)
diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya
bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak
atau searah saja.
Sistem pembagian kekuasaan di negara
Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan
untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin
kebebasan rakyat.
Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran
negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung
(MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara merupakan
lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari
yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga
Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain,
hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan,
dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta
hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasan yang di
anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak tertutup kemungkinan akan berubah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di amandemen UUD 1945
tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam penyelenggaraan negara,
namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas segalanya.
D.
SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman
dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan Negara yang semakin kompleks
ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat
terhadap pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur
system kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD
1945 sebelum dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas,
fungsi dan wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD
1945 ke-V mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan
kedudukan yang kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di
Indonesia agar tidak adanya kekacauan pembagian kewenangan.
Lembaga-lembaga
Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan. Banyak lahir
lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki kewenangan dan fungsi yang
bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis disini adalah pemerintah
dapat lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar tidak terjadi pemborosan
uang Negara membiayai lembaga-lembaga Negara yang sedang tumbuh bagai cawan di
musim hujan.
DAFTAR
PUSTAKA
I. BUKU
Assidiqie, Jimmly. Perkembangan dan
konsolidasi lembaga Negara Pasca Reformasi.sekretariat jendral dan kepaniteraan
MK RI.Jakarta.2006
Atmosudirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara.Ghalia Indonesia.Jakarta.1994
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII PRESS.Yogyakarta.2003
__________, Lembaga Kepresidenan, FH UII PRESS, Yogyakarta.2006
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2008.
Kusnardi, Moh dan Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukun Tata Negara Indonesia.FH UI & CV. Sinar Bakti . Jakarta.1983
Sekretariat Jenderal MPR RI, et al.Panduan Pemasyarakatan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI.Jakarta.2007
Soemantri M, Sri, Tentang Lembaga – Lembaga Negara Menurut UUD 1945.Alumni Bandung.1986.
__________, ” Evaluasi Kritis Terhadap Amandemen UUD 1945 “, Focus Group Discussion.Universitas Padjadjaran.2007.hlm.2,3.
Strong, C.F. Modern Political Constitutions.Sidgwick.London.1966. diterjemahkan SPA Teamwork. Konstitusi – Konstitusi Politik Modern.Nuansa & Nusamedia.Bandung.2004
II. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Atmosudirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara.Ghalia Indonesia.Jakarta.1994
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII PRESS.Yogyakarta.2003
__________, Lembaga Kepresidenan, FH UII PRESS, Yogyakarta.2006
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2008.
Kusnardi, Moh dan Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukun Tata Negara Indonesia.FH UI & CV. Sinar Bakti . Jakarta.1983
Sekretariat Jenderal MPR RI, et al.Panduan Pemasyarakatan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI.Jakarta.2007
Soemantri M, Sri, Tentang Lembaga – Lembaga Negara Menurut UUD 1945.Alumni Bandung.1986.
__________, ” Evaluasi Kritis Terhadap Amandemen UUD 1945 “, Focus Group Discussion.Universitas Padjadjaran.2007.hlm.2,3.
Strong, C.F. Modern Political Constitutions.Sidgwick.London.1966. diterjemahkan SPA Teamwork. Konstitusi – Konstitusi Politik Modern.Nuansa & Nusamedia.Bandung.2004
II. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
1.UUD RI 1945, beserta penjelasannya
2.perubahan I UUD RI 1945
3.perubahan II UUD RI 1945
4.perubahan III UUD RI 1945
5.perubahan IV UUD RI 1945
maaf kak, saya izin copy artikel ini
BalasHapus