Langsung ke konten utama

kekeliruan dalam mendalilkan landasan menetapkan UMP


aksi serikat pekerja pecah saat serikat pekerja menuntut kenaikan UMP(upah minimum provinsi) terkhusus di DKI. terjadi perselisihan kepentingan antara serikat pekerja dengan pemerintah.

hal ini bermula saat pemerintah DKI menetapkan UMP DKI berdasarkan PP 78/2015 tentang pengupahan sementara serikat pekera meminta pemerintah provinsi menetapkan sesuai dengan UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan.

apa sebenarnya perbedaan antara PP 78/2015 tersebut dengan UU 13/2003 ?

Antara kedua peraturan tersebut terdapat friksi-friksi yang sangat berbeda. PP 78/2015 merumuskan bahwa dasar perumusan UMP mengacu kepada inflasi dan kondisi ekonomi, sementara UU 13/2003 mendasarkan penetapan pengupahan dari angka kebutuhan hidup layak pekerja. lalu pertanyaannya mana yang seharusnya dalil yang tepat dalam penetapan UMP tersebut?

konsistensi Hukum tidak mengenal yang namanya pilihan terhadap kesukaan dalil tertentu dalam melakukan penetapan karena bukan wilayah pemerintah eksekutif melakukan hal demikian melainkan wilayah yudikatif yang dikenal dengan jurisprudensi.Namun Apabila pemerintah eksekutif melakukan pilihan terhadap pilihan dasar hukum tesebut, pemerintah wajib memahami hukum secara menyeluruh. (konferhensif aproach), tanpa itu maka inflikasinya adalah ketidak adilan yang muncul.

dalam hukum administrasi negara kewenangan yang demikian tersebut di atas adalah benar kewenangan pemprov dalam hal ini adalah gubernur, kewenangam ini disebut kewenangan atribusi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh UU terhadap organ pemerintahan. (UU 30/2014).

amanat dari kewenangan ini melegitimasi bahwa penetapan (besichking) yang dilakukan pemerintah adalah benar dan sah secara huku.

Penetapan tersebut memang sah, namun apakah berkeadilankah?
Pemerintah perlu mendalami asas hukum yang harus ditaati oleh selaku penentu kebijakan (beshicking) dalam menetapkan sesuatu yaitu hirarki peraturan perundangan. dalam UU 10/2014 sudah jelas bahwa UU memiliki tingkatan lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah, meskipun PP ini merupakan peraturan pelaksana. asas lex superior legi inferior wajib ditaati oleh pemerintah apapun alasannya karena ini merupakan amanah Undang-undang dan bukanlah saat yg tepat memilih dalil apa yang di pakai.

pemerintah perlu mengkaji cermat sebelum menetapkam UMP agar dalam penetapan tidak hanya memerhatikan kondisi perekonomian namun harus mengutamakan hukum yang berkeadilan. tentu saja penetapan UMP ini tidak berpihak baik kepada pekerja meskipun pemerintah menyertakan konpensasi tertentu yang di berikan kepada pekerja, seperti penurunan tarif khusus untuk pekerja dan diskon khusus berbelanja di gerai tertentu. hal ini boleh saja di lakukan pemerintah provinsi. namun substansinya tidak pas. karena antara penetapan UMP dengan konpensasi merupakan suatu hal yang terpisahkan dan tidak dapat di satukan.

Jika kita mencermati. landasan filosofis lahirnya UU 13/2003 adalah semangat untuk membawa pekerja setara dengan pengusaha. yng dimaksud adalah setara dalam hal hak dan kewajiban. pekerja berhak mendapat upah layak. dan wajib bekerja sesuai perjanjian .begitupun denga pengusaha berhak atas hasil kerja pekerja dan wajib memberikan upah layak lepada pekerja. kalimat ini merupakan kalimat hukum yang jelas tersirat dalm pasal di UU 13/2003. lalu mengapa pemprov menggunakan dalil PP 78/2015?

Jadi, hasil analisis sementara terhadap kesenhangan harapan dengan kenyataan (das sollen das sein) sangat parsial. Sehingga pernyataan pekerja adalah aset perusahaan terbantahkan jika pemerintah tidak hadir dalam pengaturan (regeling) hal dasar seperti ini.

angka upah antara 3,6jt dengan 3,9jt merupakan angka yang tipis yaitu selisih 300ribu saja. jikalah pendekatan yang dilakukan secara menyeluruh dilihat dari Angka hidup layak tentu seharusnya pemerintah tidak berat mengabulkan UMP DKI sebesar 3,9jt, dan itu tak akan membuat perusahaan bangkrut, namun jikapun pengusaha keberatan dengan usulan pekerja.pemprov dapat melakukan desision maker (kebijakan) tegas dengan menyatakan silahkan angkat kaki dari DKI jika tidak mau mensejahterkan pekerja.tentu hal ini akan sangat diapresiasi oleh pekerja.

Komitmen-komitmen memperdulikan rakyat adalah hal utama yang wajib diperhatikan pemerintah termasuk pemprov didalamnya sehingga amanat bernegara dalam UUD 1945 dapat terealisaai dengan benar yaitu adil dan makmur.

Oleh karenanya, Menetapkan sesuatu bukan pada tempatnya merupakan sebuah ketidak adilan yang tidak memihak kepada pekerja melainkan terhadap pengusaha.

Afriansyah
Mahasiswa magister Hukum Universitas Jayabaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

STUDI KOMPARATIF LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDH AAMANDEMEN UUD 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945   sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances. Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan

Bawaslu, dan peran penanganan pelanggaran pemilu (otokritik terhadap penindakan pelanggaran menuju pemilu berintegritas)

Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu), berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 saat ini memiliki kewenangan besar, tidak hanya sebagai pengawas, sekaligus sebagai eksekutor hakim pemutus perkara. Saat ini dan ke depan, terbentang tantangan historis bagi Bawaslu untuk membuktikan peran dan eksistensi strategisnya mengawal pemilu yang berintegritas bagi kemajuan bangsa. Reformasi politik pascareformasi melalui gerakan rakyat (people power) Mei 1998 berhasil menumbangkan Orde Baru. Lahir dari kenyataan, bahwa selama rezim Orde Baru, rakyat Indonesia merasakan kekecewaan akibat praktik demokrasi prosedural. Hal itu seperti penyelenggaraan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip pemilu demokratis. Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun peradaban politik yang sehat, pelaksanaan pemilu tanpa hadirnya pengawasan secara struktural dan fungsional yang kokoh berpotensi besar akan menimbulkan hilangnya hak pilih warga negara, mara

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM)

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM) oleh : Afriansyah,S.H  Pembentukan masyarakat yang taat hukum merupakan cita-cita yang selalu diharapkan agar terealisasi dalam berbangsa dan bernegara, tegaknya hukum yang dicita-citakan merupakan keniscayaan agar hukum dapat berdiri kokoh berdasarkan keadilan. Namun akhir-akhir ini beberapa kasus tertentu meyakinkan masyarakat bahwa hukum tak berdaya atas kekuasaan segelintir elit di negeri ini sehingga memunculkan pesimistis dan mengubur harapan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ideal. konsep penegakan hukum yang ideal merupakan suatu tujuan (goal of life) dalam bermasyarakat yang memang tidak mudah untuk terapkan secara adil, Prof.Soerjone Soekamto menyebutkan ada lima faktor penegakan hukum dalam bernegara (Law Enforcement) yaitu : 1.hukum itu sendiri yang diartikan sebagai peraturan tertulis maupun tidak tertulis (materi hukum positif), 2. Aparat (penegak hukum, yang terdiri dari kepolisian,jaksa dan hak