Langsung ke konten utama

Pemerintah Tidak boleh Seenaknya bubarkan HTI

Pemerintah Tidak boleh Seenaknya bubarkan HTI
Rencana serius pemerintah untuk membubarkan HTI perlu dipelajari secara serius dan mendalam, karena rencaana pembubaran ormas ini jika tidak ditelaah dengan hati-hati akan menimbulkan dinamika perpecahan baru dalam bernegara dan berbangsa, dalam jumpa pers yang disampaikan oleh Menteri KOPOLHUKAM Wiranto, ada 5 hal yang menjadi alasan mengapa pemerintah perlu mengambil langkah melakukan pembubaran terhadap ormas HTI yaitu:
1. Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
2. Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
3. Aktifitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
4. Mencermati berbagai pertimbangan diatas, serta menyerap aspirasi masyarakat, Pemerintah perlu mengambil langkah–langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI.
5. Keputusan ini diambil bukan berarti Pemerintah anti terhadap ormas Islam, namun semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
kenapa saya katakan di atas pemerintah tidak bisa seenaknya melakukan pembubaran terhadap HTI, juga memiliki beberapa pendapat baik sosiologis maupin yuridi,
secara sosiologis, ada pihak-pihak yang dirugikan terhadap rencana ini, jelas saja HTI itu sendiri,karena pembubaran tersebut jelas dirasa subjektif oleh mereka sebagai bentuk pelarangan berkumpul dan berserikat yang sudah terang dijelaskan dalam UUD 1945,
Bagaimana dengan landasan yuridis terhadap pembubaran HTI?
HTI adalah ormas berbadan hukum yang tunduk kepada UU Nomor 17/2013 tentang Ormas. disebutkan dalam pasal 1 UU Ormas bahwa Organisasi Kemasyarakatan (“Ormas”) adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. artinya dalam defenisi pasal 1 ini mengandung hakikat makna dalam berserikat dalam tujuan yang sama untuk mencapai cita-cita bernegara.
adapun fungsi ormas, dalam pasal 2 UU ini menyebutkan:
Ormas berfungsi sebagai sarana:
a. penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi;
b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi;
c. penyalur aspirasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat;
e. pemenuhan pelayanan sosial;
f. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
sifat dari fungsi ormas, berlaku universal untuk seluruh ormas, tanpa terkecuali, hal ini dapat dihubungkan dengan AD/ART HTI yang berbadan hukum, apakah sejalan dengan UU Ormas (pasal 3). adapun kewajiban Ormas, dalam pasal 21 UU ini disebutkan, wajib untuk:
a. melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk
masyarakat;
d.menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;
e.melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan
f.berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.
sederhananya, dari 3 landasan diatas, pemerintah dapat mengkaji, apakah layak HTI dibubarkan, pembubaran juka tidak seenaknya dapat dilakukan dengan statement ataupun sebagainya, karena HTI adalah ormas berbadan hukum, tentu pembubaran adalah upaya terakhir dalam sanksi administrasi yang harus dilalui pemerintah. diantaranya:
Sanksi administratif tersebut terdiri atas: (pasal 61)
a. peringatan tertulis;
1).peringatan tertulis kesatu;
2) peringatan tertulis kedua; dan
3) peringatan tertulis ketiga
b. penghentian bantuan dan/atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Pembubaran Ormas terkait dengan sanksi administratif pencabutan surat keterangan terdaftar atau status badan hukum Ormas dijatuhkan setelah Ormas tidak mematuhi/mengindahkan sanksi-sanksi administratif sebelumnya., apakah sudah pemerintah melaksanakan prosedur ini?
kemudian,dalam pasal 68 ayat 3, Sanksi pencabutan status badan hukum dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
Pencabutan status badan hukum Ormas dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap(pasal 69 ayat 1) dan Pencabutan status badan hukum Ormas diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia(pasal 69 ayat 2)
Ini berarti, untuk dapat melakukan pencabutan tersebut, harus terlebih dahulu ada putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
bagaimana dengan tatacara atau alur pembubaran ini, tentulan kementerian hukum dan ham mengajukan usulpembubaran ke kejaksaan, lalu oleh kejaksaan diteruskan ke pengadilan untuk diputuskan, apakah bubar atau tidak melalui putusannya.
Adapun tata cara pembubaran ormas, dalam UU ini dijelaskan rinci sebagai berikut
1.Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum, sebagaimana disebutkan di atas, diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari Menteri Hukum dan HAM
2. Permohonan diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai tempat domisili hukum Ormas dengan disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
3. Dalam hal permohonan tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif, permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima
4.Setelah permohonan diajukan, pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan.Surat pemanggilan sidang pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang.
5. Dalam sidang pemeriksaan Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di persidangan.
6. Permohonan pembubaran Ormas harus diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat dan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.Jangka waktu ini dapat diperpanjang paling lama 20 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
7. Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran Ormas kepada pemohon, termohon, dan Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Jangan sampai, pemerintah gegabah, dan kalah dalam litigasi, karena HTI tentu akan didampingi pengacara yang hebat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

STUDI KOMPARATIF LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDH AAMANDEMEN UUD 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945   sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances. Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan

Bawaslu, dan peran penanganan pelanggaran pemilu (otokritik terhadap penindakan pelanggaran menuju pemilu berintegritas)

Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu), berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 saat ini memiliki kewenangan besar, tidak hanya sebagai pengawas, sekaligus sebagai eksekutor hakim pemutus perkara. Saat ini dan ke depan, terbentang tantangan historis bagi Bawaslu untuk membuktikan peran dan eksistensi strategisnya mengawal pemilu yang berintegritas bagi kemajuan bangsa. Reformasi politik pascareformasi melalui gerakan rakyat (people power) Mei 1998 berhasil menumbangkan Orde Baru. Lahir dari kenyataan, bahwa selama rezim Orde Baru, rakyat Indonesia merasakan kekecewaan akibat praktik demokrasi prosedural. Hal itu seperti penyelenggaraan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip pemilu demokratis. Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun peradaban politik yang sehat, pelaksanaan pemilu tanpa hadirnya pengawasan secara struktural dan fungsional yang kokoh berpotensi besar akan menimbulkan hilangnya hak pilih warga negara, mara

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM)

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM) oleh : Afriansyah,S.H  Pembentukan masyarakat yang taat hukum merupakan cita-cita yang selalu diharapkan agar terealisasi dalam berbangsa dan bernegara, tegaknya hukum yang dicita-citakan merupakan keniscayaan agar hukum dapat berdiri kokoh berdasarkan keadilan. Namun akhir-akhir ini beberapa kasus tertentu meyakinkan masyarakat bahwa hukum tak berdaya atas kekuasaan segelintir elit di negeri ini sehingga memunculkan pesimistis dan mengubur harapan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ideal. konsep penegakan hukum yang ideal merupakan suatu tujuan (goal of life) dalam bermasyarakat yang memang tidak mudah untuk terapkan secara adil, Prof.Soerjone Soekamto menyebutkan ada lima faktor penegakan hukum dalam bernegara (Law Enforcement) yaitu : 1.hukum itu sendiri yang diartikan sebagai peraturan tertulis maupun tidak tertulis (materi hukum positif), 2. Aparat (penegak hukum, yang terdiri dari kepolisian,jaksa dan hak