Langsung ke konten utama

MEMBANGUN KESADARAN HUKUM DARI CONFLICT OF INTEREST

MEMBANGUN KESADARAN HUKUM
DARI CONFLICT OF INTEREST
Oleh : Afriansyah,SH

Hukum adalah suatu produk yang tercipta untuk menjawab kebutuhan manusia, sejarah menunjukan hukum tidak pernah membutuhkan manusia sebagai alat kelangsungan kehidupan, namun manusialah yang membutuhkan keberadaan hukum agar kehidupan tercipta damai (goal of life) dalam mencapai tujuan stabilitas berkehidupan. Dalam konsep ini hukum diposisikan sebagai the Lord of people atau hukum sebagai penguasa manusia bukan sebaliknya manusia yang menguasai hukum. hal ini tidak boleh terbalik atau dibolak-balikkan.

ditengah kehidupan modern yang sudah memiliki konsep hukum yang jelas, sudah selayaknya hukum menjadi supremasi tertinggi dalam berbangsa dan bernegara. konsep ideal negara makmur adalah suatu konsep yang dicitakan pendiri bangsa sudah seharusnya terlaksana, karena kita tidak lagi membicarakan bagaimana menemukan teori hukum baru melainkan mengembangkan teori hukum yang ada agar dapat menjadi payung tertinggi menjalankan hukum. 

namun apa daya jika kenyataannya menunjukan hukum selalu di bawah kekuasaan manusia, tentu konsep ideal penerapan hukum tidak akan berjalan dan tersendat, bahkan terhenti, inilah celakanya jika orang-orang yang tidak seharusnya menjalankan amanah dalam penegakan hukum dan implikasi terhadap mind set bahwa hukum tidak berkuasa terhadap manusia, melainkan manusia menguasai hukum.

tidak perlu disebutkan praktik pelanggaran hukum apa yang terjadi akhir-akhir ini, mulai dari kejahatan hukum kelas milyaran hingga trilyunan. publik disuguhkan dengan drama bahwa korupsi merupakan hal yang umum terjadi dinegara ini, menariknya dalam mega kasus korupsi yang nyata terbukti malah dibenturkan dengan penegakan hukum. hukum seakan tak berdaya, terseret dalam konflik kepentingan antara penegakan hukum dengan pelanggengan pelanggaran hukum. inilah yang dikatakan conflict of interest.

Menurut Profesor Bambang Widodo Umar, Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.


salah satu faktor penyebab korupsi di Indonesia adalah adanya konflik kepentingan yang melekat pada Penyelenggara Negara. Pemahaman yang tidak seragam mengenai konflik kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan berpengaruh terhadap
performa kinerja Penyelenggara Negara hingga mengakibatkan penegakan hukum chaos.

sebagai contoh dari konflic of interst ini adalah seorang yang rangkap jabatan dalam statusnya sebagai penyelenggara negara, seperti wakil rakyat yang merangkap jabatan sebagai petinggi partai politik, tidak bisa dipungkiri conflict interes tak terhindarkan.

partai politik sebagai alat untuk mencapai suatu jabatan eksekutif tentu di usung oleh partai politik. bayangkan jika pemimpin tersebut tak berdaya dalam penegakkan hukum terhadap kader separtainya, tak akan ada parsamaan dimata hukum yang disajikan ke publik, apalagi publik sudah sangat pintar menilai isu-isu sektoral di era millenial.

formula ideal perlu dikemukakan agar conflict of interes ini tidak mengakibatkan tersendatnya penegakan hukum kita, upaya upaya konkrit perlu disadari politisi yang berada di birokrasi, maupun penegak hukum yang terseret kedalam pusaran politik maupun mapia peradilan.

terhadap para politisi yang saat ini berada di pemerintahan maupun posisi strategis hendaknya sadar akan peran dan fungsi, sadar bahwa politisi adalah pelaku terkuat dalam membawa peradaban ke keadaan kemakmuran, oleh karenanya jangan di campur adukkan antara ego politik dengan ego kesejahteraan rakyat,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

STUDI KOMPARATIF LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDH AAMANDEMEN UUD 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945   sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances. Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan

Bawaslu, dan peran penanganan pelanggaran pemilu (otokritik terhadap penindakan pelanggaran menuju pemilu berintegritas)

Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu), berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 saat ini memiliki kewenangan besar, tidak hanya sebagai pengawas, sekaligus sebagai eksekutor hakim pemutus perkara. Saat ini dan ke depan, terbentang tantangan historis bagi Bawaslu untuk membuktikan peran dan eksistensi strategisnya mengawal pemilu yang berintegritas bagi kemajuan bangsa. Reformasi politik pascareformasi melalui gerakan rakyat (people power) Mei 1998 berhasil menumbangkan Orde Baru. Lahir dari kenyataan, bahwa selama rezim Orde Baru, rakyat Indonesia merasakan kekecewaan akibat praktik demokrasi prosedural. Hal itu seperti penyelenggaraan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip pemilu demokratis. Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun peradaban politik yang sehat, pelaksanaan pemilu tanpa hadirnya pengawasan secara struktural dan fungsional yang kokoh berpotensi besar akan menimbulkan hilangnya hak pilih warga negara, mara

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM)

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM) oleh : Afriansyah,S.H  Pembentukan masyarakat yang taat hukum merupakan cita-cita yang selalu diharapkan agar terealisasi dalam berbangsa dan bernegara, tegaknya hukum yang dicita-citakan merupakan keniscayaan agar hukum dapat berdiri kokoh berdasarkan keadilan. Namun akhir-akhir ini beberapa kasus tertentu meyakinkan masyarakat bahwa hukum tak berdaya atas kekuasaan segelintir elit di negeri ini sehingga memunculkan pesimistis dan mengubur harapan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ideal. konsep penegakan hukum yang ideal merupakan suatu tujuan (goal of life) dalam bermasyarakat yang memang tidak mudah untuk terapkan secara adil, Prof.Soerjone Soekamto menyebutkan ada lima faktor penegakan hukum dalam bernegara (Law Enforcement) yaitu : 1.hukum itu sendiri yang diartikan sebagai peraturan tertulis maupun tidak tertulis (materi hukum positif), 2. Aparat (penegak hukum, yang terdiri dari kepolisian,jaksa dan hak