Langsung ke konten utama

Penegakan Hukum Terhadap kompititas Persekusi dan penyebar kebencian

Persekusi menjadi isu yang tenar di beberapa media televisi nasional dan juga sosial media. Ini dimulai karena adanya sebuah pembicaraan hangat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) merilis kasus persekusi yang marak akhir-akhir ini. pemberitaan yang berlebihan sehingga berhasil membuat isu ini menjadi trending topik setelah isu ini meresahkan masyarakat
apa sebenarnya makna Persekusi?
dikutip dari kamus besar bahasa indonesia (KBBI) Persekusi yaitu pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. ada kata lain selain persekusi yang kiranya harus di utarakan. adalah memersekusi yang artinya menyiksa, menganiaya: tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan,
munculnya isu ini sebenarnya secara sosioal di sebabkan karena usainya isu "ahok" (ketidakpuasan penegakan hukum),ahok yang dimaksud bukanlah ahok sebagai person (orang) namun yang dimaksud disini adalah ahok sebagi (public issue). hal ini terjadi karena media berhasil menggiring opini publik sehingga terbelah, yaitu tergiring dengan pernyataan ahok sebagai korban kriminalisasi, dan ahok sudah benar diputus dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
persekusi sebenarnya bukan menjadi trending topik kala pihak tertentu mengejar kelompok tertentu yang menjadi pemeran utama memainkan konspirasi terhadap "isu ahok penista agama", sehingga counter attack kepada penyerang ahok disebut sebagai persekusi. padahal sebelumnya Persekusi kecil yang telah memenuhi unsur terjadi di kediaman SBY, kala sekelompok oknum mahasiswa menggeruduk rumah SBY sebagai counter terhadap isu "anti ke bhinnekaan" tetapi tidak sampai kepada hal memersekusi yang artinya menyiksa, menganiaya: tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan di atas tadi.
dan baru bari ini, Persekusi terjadi lagi terhadap seorang dokter muda di Sumatera Barat, karena membuat status facebook bernada menghina Imam Besar salah satu Ormas Islam di negeri ini, meskipun telah meminta maaf ke publik atas sikapnya, persekusi tetap terjadi dan tidak selsai disitu sehingga membuat dokter ini pindah dari Sumatera Barat.
Hal ini sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan.
mengapa demikian?
kita hidup di negara yang menganut sistim hukum kesetaraan atas semua warga negara (equality before the Law) tidak perlu merasa ketakutan, dalam konsep negara hukum, berlaku asas legalitas (nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali) yaitu tiada seorang pun yang dapat dipidana tanpa ada hukum yang terlebih dahulu mengatur tentang tindak pidana tersebut.
Indonesia sangat lengkap sejauh ini hukum positifnya yang terus bergulir dinamis, dalam hal Persekusi, ada UU ITE yang menjadi batasan dalam bersikap sehingga setiap orang wajib patuh dan tau aturan nya (fiksi hukum). hal ini bertujuan agar pengguana teknologi informasi dapat membatasi diri agar tidak kebablasan.
dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang berbunyi
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)" dan Ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu berbunyi "pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)".
singkatnya pasal diatas digunakan untuk membatasi dari sisi pengguna (User),lalu bagaimana dengan sekelompok oknum yang melakukan Persekusi, apa dasar hukum yang akan dijadikan batasansikapnya agar juga tidak kelewat batas menghakimi sesuka hati?
Persekusi sebenarnya adalah tindak pidana yang telah terkompekkan karena membagi beberapa tindak pidana. diantaranya adalah pasal 368 KUHP tentang penyancaman, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan pengancaman. Pasal 368 KUHP Ayat 1 berbunyi "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan"
Sedangkan Pasal 351 KUHP Ayat 1 berbunyi "Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Sementara itu, dalam Pasal 170 Ayat 1 disebutkan "Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan"
jadi sudah sangat jelas, baik pelaku penyebar kebencian dan pelaku persekusi karena benci dengan pelaku yang melakukan penyebar kebencian sama-sama salah dan tidak dibenarkan oleh hukum positif kita, oleh karenanya, sebagai warga negara yang baik dan kentara dengan budaya yang luhur, toleran serta melaksanakan prinsip bhinneka tunggal ika marilah kita menahan diri agar tidak terjebak dengan pernyataan yang menyeret kepada ranah hukum,

Semoga bermanfaat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

STUDI KOMPARATIF LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SESUDH AAMANDEMEN UUD 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945   sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances. Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan

Bawaslu, dan peran penanganan pelanggaran pemilu (otokritik terhadap penindakan pelanggaran menuju pemilu berintegritas)

Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu), berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 saat ini memiliki kewenangan besar, tidak hanya sebagai pengawas, sekaligus sebagai eksekutor hakim pemutus perkara. Saat ini dan ke depan, terbentang tantangan historis bagi Bawaslu untuk membuktikan peran dan eksistensi strategisnya mengawal pemilu yang berintegritas bagi kemajuan bangsa. Reformasi politik pascareformasi melalui gerakan rakyat (people power) Mei 1998 berhasil menumbangkan Orde Baru. Lahir dari kenyataan, bahwa selama rezim Orde Baru, rakyat Indonesia merasakan kekecewaan akibat praktik demokrasi prosedural. Hal itu seperti penyelenggaraan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip pemilu demokratis. Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun peradaban politik yang sehat, pelaksanaan pemilu tanpa hadirnya pengawasan secara struktural dan fungsional yang kokoh berpotensi besar akan menimbulkan hilangnya hak pilih warga negara, mara

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM)

MENGAPA HARUS MENTAATI HUKUM ? (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM) oleh : Afriansyah,S.H  Pembentukan masyarakat yang taat hukum merupakan cita-cita yang selalu diharapkan agar terealisasi dalam berbangsa dan bernegara, tegaknya hukum yang dicita-citakan merupakan keniscayaan agar hukum dapat berdiri kokoh berdasarkan keadilan. Namun akhir-akhir ini beberapa kasus tertentu meyakinkan masyarakat bahwa hukum tak berdaya atas kekuasaan segelintir elit di negeri ini sehingga memunculkan pesimistis dan mengubur harapan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ideal. konsep penegakan hukum yang ideal merupakan suatu tujuan (goal of life) dalam bermasyarakat yang memang tidak mudah untuk terapkan secara adil, Prof.Soerjone Soekamto menyebutkan ada lima faktor penegakan hukum dalam bernegara (Law Enforcement) yaitu : 1.hukum itu sendiri yang diartikan sebagai peraturan tertulis maupun tidak tertulis (materi hukum positif), 2. Aparat (penegak hukum, yang terdiri dari kepolisian,jaksa dan hak